Dugaan Suap Rp60 Miliar kepada Ketua PN Jaksel
Jakarta – Jagat hukum Indonesia kembali diguncang oleh dugaan kasus korupsi yang menyeret pejabat tinggi di lembaga peradilan. Kali ini, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), tengah menjadi sorotan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan penerimaan uang suap sebesar Rp60 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari pengacara Marcella Santoso (MS) yang merupakan kuasa hukum dari sebuah korporasi, bersama seorang advokat berinisial AR.
Dugaan Suap Rp60 Miliar kepada Ketua PN Jaksel
Menurut keterangan resmi dari Kejagung, jumlah fantastis tersebut tidak sepenuhnya dinikmati oleh MAN sendiri. Sebanyak Rp22,5 miliar disebut planetbola88 telah dibagikan kepada tiga orang hakim lainnya. Namun, publik kini bertanya-tanya: ke mana perginya sisa dana sebesar Rp37,5 miliar?
Rangkaian Peristiwa
Kasus ini mencuat setelah Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan pemeriksaan intensif terhadap berbagai pihak yang terkait dengan perkara korupsi di lingkungan lembaga peradilan. Dalam pengembangan kasus, terungkap bahwa uang suap diberikan sebagai bentuk upaya “pengamanan” terhadap sejumlah perkara penting yang sedang ditangani di PN Jakarta Selatan.
Marcella Santoso, sebagai kuasa hukum dari sebuah perusahaan besar yang tengah bersengketa, disebut berperan aktif dalam menyalurkan dana kepada sejumlah hakim. Bersama advokat berinisial AR, ia ditengarai telah menyusun skema pemberian uang agar keputusan pengadilan berpihak pada klien mereka.
Tiga Hakim Kebagian Jatah
Dari hasil penelusuran penyidik, tiga hakim di lingkungan PN Jaksel turut menerima dana yang dibagikan oleh MAN. Masing-masing mendapat bagian dengan nilai bervariasi, yang totalnya mencapai Rp22,5 miliar. Hingga kini, identitas ketiga hakim tersebut masih dirahasiakan untuk kepentingan penyidikan.
Praktik pembagian uang seperti ini menandakan adanya dugaan kongkalikong sistematis di antara para penegak hukum. Tidak hanya menodai nama baik institusi, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat yang selama ini menggantungkan harapan pada putusan pengadilan.
Ke Mana Perginya Rp37,5 Miliar?
Salah satu pertanyaan besar yang muncul dalam kasus ini adalah: di mana sisa uang Rp37,5 miliar? Jika Rp60 miliar diduga diterima MAN dan hanya Rp22,5 miliar yang dibagi ke tiga hakim lain, maka ada dana besar yang belum terjawab penggunaannya.
Kejagung belum memberikan informasi rinci soal aliran dana sisanya. Dugaan sementara menyebutkan bahwa uang tersebut bisa saja digunakan untuk kepentingan pribadi, disalurkan ke oknum lain di luar pengadilan, atau bahkan ditransfer ke pihak eksternal yang turut terlibat dalam praktik suap ini.
Penyidik masih terus menelusuri jejak aliran uang tersebut melalui pelacakan rekening dan aset-aset yang dimiliki MAN maupun pihak-pihak lain yang terkait.
Reaksi Publik dan Pemerhati Hukum
Munculnya kasus ini kembali memperlihatkan bahwa integritas lembaga peradilan masih rentan terhadap praktik suap dan gratifikasi. Sejumlah aktivis hukum mendesak agar Kejagung bekerja secara transparan dan tidak tebang pilih dalam proses penyidikan. Selain itu, Mahkamah Agung juga didorong untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal di lingkungan pengadilan.
“Ini bukan hanya soal individu. Kalau sistemnya lemah, maka praktik korupsi akan terus berulang,” ujar salah satu pemerhati hukum dari ICW.
Langkah Hukum Lanjutan
Sebagai bagian dari proses hukum, Kejagung telah menyiapkan skema pemanggilan sejumlah saksi tambahan dan pemeriksaan aset yang diduga berasal dari dana haram tersebut. Bila bukti yang cukup telah dikumpulkan, bukan tidak mungkin akan ada penetapan tersangka baru, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak-pihak dari institusi hukum lainnya.
Masyarakat pun kini menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini secara adil dan transparan. Harapannya, tragedi integritas di lembaga hukum ini bisa menjadi momentum pembenahan besar-besaran.