Kenali dan Atasi Gejala Vicarious Trauma dengan Bijak
Kenali dan Atasi Gejala Vicarious Trauma dengan Bijak
Apakah Anda pernah merasa cemas setelah membaca sebuah berita yang mengerikan? Atau mungkin Anda merasakan kekhawatiran berlebihan setiap kali melihat video bencana di media sosial? Jika iya, kemungkinan besar Anda tengah mengalami apa yang disebut dengan vicarious trauma. Istilah ini sering juga dikenal sebagai secondary traumatic stress, yakni perasaan tertekan dan terguncang secara emosional akibat menyaksikan atau mendengar kejadian traumatis yang menimpa orang lain, meskipun Anda bukan korban langsung dari peristiwa tersebut.
Dalam era digital seperti sekarang, akses informasi terjadi dengan sangat cepat. Kita dapat dengan mudah mengetahui berbagai peristiwa mengerikan di belahan dunia lain hanya dalam hitungan detik. Meski informasi yang tersedia bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan solidaritas, tidak bisa dimungkiri bahwa paparan berlebihan terhadap konten negatif justru dapat menimbulkan tekanan psikologis yang serius. Untuk mengenali dan mencegah kondisi ini semakin parah, mari kita pahami lebih dalam mengenai vicarious trauma, gejalanya, serta beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya.
Apa Itu Vicarious Trauma?
Secara sederhana, vicarious trauma adalah trauma sekunder yang terjadi tanpa keterlibatan langsung dalam suatu peristiwa traumatis. Biasanya, kondisi ini muncul ketika seseorang terlalu sering melihat, mendengar, atau membaca cerita terkait bencana, kekerasan, atau hal-hal yang menimbulkan ketakutan. Misalnya, seorang jurnalis yang setiap hari meliput berita konflik di daerah perang berpotensi mengalami vicarious trauma karena terus terpapar pada adegan menegangkan. Begitu pula dengan orang-orang yang kerap mengikuti perkembangan berita teror, bencana alam, atau kasus kejahatan melalui media sosial.
Fenomena ini tidak hanya dialami oleh para profesional, seperti psikolog, konselor, atau tenaga medis, yang secara intens menangani korban trauma. Masyarakat umum yang sering bersentuhan dengan laporan kejadian berdarah atau menonton video kekerasan pun turut berisiko. Dengan demikian, penting bagi siapa saja untuk bisa mengenali tanda-tandanya sedini mungkin.
Kenali dan Atasi Gejala Vicarious Trauma dengan Bijak
Penyebab dan Faktor Risiko
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terjadinya vicarious trauma, di antaranya:
Paparan Berlebihan Terhadap Berita Negatif
Di masa kini, banjir informasi sering kali membuat kita kewalahan. Terlalu banyak membaca atau menonton berita tragis secara terus-menerus bisa menumpuk stres emosional.
Empati Tinggi
Walaupun empati adalah sifat positif yang kita butuhkan untuk bisa peduli dengan sesama, rasa empati berlebih dapat membuat seseorang lebih rentan menyerap energi negatif dari kejadian traumatis.
Riwayat Trauma Pribadi
Seseorang yang sebelumnya pernah mengalami trauma mungkin lebih mudah terpengaruh oleh cerita-cerita atau laporan berita menakutkan. Hal ini karena mereka sudah memiliki “luka emosional” yang membuat pikiran jadi lebih sensitif.
Minimnya Dukungan Sosial
Saat seseorang tidak memiliki jaringan dukungan yang kuat, entah dari keluarga, sahabat, atau lingkungan kerja, mereka cenderung lebih rapuh dalam menghadapi tekanan dari luar, termasuk paparan trauma sekunder.
Gejala dan Tanda-Tanda Vicarious Trauma
Salah satu ciri umum dari vicarious trauma adalah perasaan cemas berlebihan yang muncul ketika Anda teringat kembali akan kejadian menegangkan yang hanya Anda saksikan atau dengar. Berikut beberapa gejala yang perlu diwaspadai:
Selalu Terbayang-Bayang Kejadian
Anda mungkin kerap “flashback” atau mengingat detail peristiwa yang dilihat di berita. Hal ini bisa terjadi di malam hari menjelang tidur atau secara tiba-tiba saat Anda sedang beraktivitas sehari-hari.
Sulit Tidur dan Mimpi Buruk
Kelelahan mental akibat terlalu banyak menerima informasi traumatis bisa mengganggu kualitas tidur. Tidak jarang hal ini juga mengakibatkan mimpi buruk yang semakin meningkatkan rasa takut.
Perubahan Emosi yang Ekstrem
Anda mungkin merasa sangat sedih, putus asa, atau justru menjadi lebih mudah marah dan sensitif. Suasana hati yang naik turun secara drastis dapat menjadi indikator adanya masalah kesehatan mental.
Menjauh dari Lingkungan Sosial
Beberapa orang dengan vicarious trauma cenderung mengisolasi diri dan kehilangan minat untuk berinteraksi. Mereka memilih menyendiri karena merasa tidak mampu mengatasi beban emosional.
Penurunan Motivasi
Ketika pikiran terlalu dibebani dengan hal-hal negatif, dorongan untuk melakukan aktivitas menyenangkan atau bekerja keras jadi menurun. Hal ini bisa berpengaruh pada produktivitas dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Dampak Terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis
Vicarious trauma tidak hanya mempengaruhi emosi dan kejiwaan, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan fisik. Stres berkepanjangan yang tidak dikelola dengan baik bisa berdampak pada menurunnya sistem kekebalan tubuh, memicu sakit kepala berkepanjangan, gangguan pencernaan, serta meningkatkan risiko penyakit kronis lainnya. Tekanan emosional yang terus menumpuk juga bisa memperburuk kondisi mental seperti depresi dan gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder).
Cara Mengatasi dan Mencegah Vicarious Trauma
Jika Anda merasa mulai kewalahan dengan paparan konten negatif dan mengalami gejala-gejala di atas, tidak perlu merasa malu untuk mengambil langkah pencegahan. Berikut beberapa strategi yang bisa membantu Anda mengurangi risiko vicarious trauma:
Batasi Konsumsi Berita Negatif
Tentukan batas waktu atau frekuensi tertentu untuk memantau kabar. Misalnya, Anda bisa mengakses berita hanya sekali atau dua kali dalam sehari. Jika perlu, Anda juga dapat memblokir atau meng-unfollow akun media sosial yang terlalu sering membagikan konten kekerasan.
Perkuat Dukungan Sosial
Berbagi cerita dengan sahabat atau keluarga bisa membantu meringankan beban pikiran. Usahakan untuk menjalin hubungan yang sehat dengan orang-orang terdekat agar Anda tidak merasa sendirian menghadapi stres.
Fokus pada Aktivitas Positif
Selipkan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat ke dalam rutinitas harian Anda. Contohnya, berolahraga ringan, meditasi, membaca buku inspiratif, atau menekuni hobi kreatif seperti melukis. Aktivitas positif membantu menyeimbangkan emosi dan meredakan ketegangan.
Carilah Bantuan Profesional
Jika Anda merasa gejala tidak kunjung membaik, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog, psikiater, atau konselor. Mereka dapat memberikan terapi kognitif, terapi perilaku, atau pendekatan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan Anda.